Susun administrasi keuangan, bendahara wajib memahami perpajakan
Kepahiang, 11 September 2021.
Bendahara pengeluaran merupakan pengelola keuangan paling utama yang berhadapan dengan pengelolaan kas. Karena itu salah satu bagian yang paling penting dalam mempertanggungjawabkan keuangan yaitu pemahaman atas perpajakan. Ada perpajakan yang tingkat eksekusinya ada ditingkat bendahara yaitu dengan melakukan pemotongan pajak serta langsung menyetorkan pajak tersebut baik ke kas negara mau pun kas daerah. Sejauh ini dua jenis pajak yang harus dihadapi oleh bendahara yaitu pajak pusat diantaranya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan PPN. Sedangkan pajak daerah diantaranya pajak restoran.
Batasan Nilai Belanja Tidak Dipungut PPN dan PPnBM atas belanja barangsejak atau jasa yang dilakukan oleh Bendahara atau Instansi Pemerintah mulai 1 April 2020 adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) tidak dipungut oleh Bendaharawan atau Instansi Pemerintah dalam hal pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah), tidak termasuk PPN dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Selain itu, Batasan Nilai Belanja Tidak Dipungut PPh Pasal 22 atas belanja barang yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah (selain bendahara BOS) adalah PPh Pasal 22 tidak dipungut oleh Bendaharawan atau Instansi Pemerintah dalam hal pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
Panduan lebih lengkap atas pengelolaan pajak belanja, bendahara pengeluaran pemerintah dapat mempedomani Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 231/PMK.03/2019 tentang tata cara pendaftaran ddan penghapuran nomor pokok wajib pajak, pengukuhan dan atau pencabutan, penyetoran dan pelaporan pajak bagi instansi pemerintah.(*)